Saturday 29 November 2008

DIMANAKAH GURU BAHASA INDONESIA?

Kondisi pembelajaran bahasa Indonesia yang memprihatinkan, mau atau tidak, mengharuskan kita untuk melakukan langkah “revitalisasi”, yaitu dengan menghidupkan dan menggairahkan kembali proses pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah didukung etos dan semangat guru yang andal serta kegairahan siswa yang terus meningkat intensitasnya dalam belajar dan berlatih berbahasa.

Langkah yang mesti ditempuh, di antaranya, pertama, menciptakan dan sekaligus memberdayakan guru. Upaya pemberdayaan guru hendaknya dimulai sejak calon guru menempuh pendidikan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan) agar kelak setelah benar-benar menjadi guru tidak asing lagi dengan dunianya dan siap pakai. Jelas, tuntutan ideal semacam ini bukan tugas yang ringan bagi LPTK, sebab selain harus mampu mencetak lulusan yang punya kemampuan akademik tinggi, juga harus memiliki integritas kepribadian yang kuat dan keterampilan mengajar yang andal.

Kedua, guru hendaknya tidak terlalu banyak dibebani oleh tuntutan kurikulum yang dapat “memasung” kreativitasnya dalam proses pembelajaran. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) hendaknya memberikan ruang dan peluang yang begitu terbuka bagi para guru dalam melakukan inovasi pembelajaran dan mendedahkan kreativitas pembelajaran secara optimal dalam mengemas kegiatan belajar-mengajar. Tujuan pembelajaran bahasa bukanlah untuk menjadikan siswa sebagai ahli bahasa, melainkan sebagai seorang yang dapat menggunakan bahasa untuk keperluannya sendiri, dapat memanfaatkan sebanyak-banyaknya apa yang ada di luar dirinya dari mendengar, membaca, dan mengalami, serta mampu berkomunikasi dengan orang di sekitarnya tentang pengalaman dan pengetahuannya.

Ketiga, buku paket yang “wajib” dipakai hendaknya diupayakan untuk dicarikan buku ajar yang sesuai dengan tingkat kematangan jiwa dan latar belakang sosial-budaya siswa. Hal ini perlu dipikirkan, sebab bahan ajar yang ada dalam buku paket dinilai belum sepenuhnya mampu menarik minat dan gairah siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.

“Revitalisasi” tersebut hendaknya juga diimbangi pula dengan peran-serta masyarakat agar bisa menciptakan suasana kondusif yang mampu merangsang siswa untuk belajar dan berlatih berbahasa Indonesia secara baik dan benar, dengan cara memberikan teladan yang baik dalam peristiwa tutur sehari-hari. Demikian pula media massa (cetak/elektronik) hendaknya juga menaruh kepedulian yang tinggi untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan kaidah kebahasan yang berlaku.

Jika langkah “revitalisasi” tersebut dapat terwujud, tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah bukan mustahil diraih. Anjuran pemerintah untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar kepada seluruh masyarakat pun tidak akan bersifat sloganistis. Bahkan, pada gilirannya nanti bahasa Indonesia benar-benar akan menjadi bahasa budaya dan bahasa Iptek yang wibawa dan punya prestise tersendiri di era globalisasi, luwes, dan para penuturnya akan tetap bangga dan setia menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi yang efektif di tengah derap peradaban zaman.