Tuesday, 23 September 2008

Bahasa Indonesia selama ini dijadikan objek monolitisme oleh Pemerintah, misalnya dengan sejumlah pembakuan yang diberlakukan pada seluruh tata permainan, situasi, dan konteksnya. Contohnya, masyarakat selalu "dicekoki" jargon dikotomis mengenai "berbahasalah dengan baik dan benar", yang dalam pandangan kritis mengandaikan ada bahasa Indonesia yang baik dan ada bahasa Indonesia yang tidak baik. Padahal, bangsa Indonesia adalah bangsa yang multilingual, yang "bersepakat" menerima kedudukan dan fungsi istimewa bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa negara, bahasa resmi, bahasa kesatuan, dan bahasa persatuan.
Bahasa Indonesia pada hakikatnya tidak memiliki daya sihir, daya mistis, atau daya sakral, sebab sejak lahir ia sudah memiliki tata permainannya sendiri. Kita saja yang mungkin tidak mampu memahami dan sekaligus mengaplikasikannya, sekalipun usianya sudah 63 tahun. Ketidakmampuan ini pula yang lantas mewujudkan tindak penyusunan RUU Bahasa yang menimbulkan pro-kontra itu. Atau, apakah kita biarkan saja ketidakmampuan ini, mengingat penggalan larik lagu kebangsaan kita, "itulah Indonesia Raya".Ya, itulah Indonesia.

No comments: