Sekolah sebagai tempat pembelajaran bagi siswa seharusnya juga menerapkan prinsip demokrasi seperti kejujuran, integritas, transparansi dan bebas dari korupsi. Namun dalam prakteknya seringkali terjadi pelanggaran. Misalnya saja terjadi penggelapan, mark up, penyalahgunaan anggaran, manipulasi anggaran, penyuapan dan jual beli nilai/kenaikan kelas.
Dalam beberapa kasus, terjadi dobel pelaporan. Sebagai contoh, suatu sekolah akan membeli 20 unit komputer, dengan harga @ Rp 8 juta, atau total Rp 160 juta. Ternyata, pembelian 20 unit komputer tidak hanya dilaporkan dalam pelaporan dana BOS. Tetapi item pembelian tersebut dimasukkan dalam laporan penggunaan dana BOP dan penggunaan dana iuran dari siswa. Dengan adanya 3 pelaporan itu, seharusnya ada 60 komputer yang dibeli. Tapi kenyataannya hanya 20 unit. Artinya ada uang yang melayang Rp 320 juta. Kemana larinya uang tersebut? Itu baru 1 item pengadaan komputer. Bagaimana dengan pengadaan item yang lain?
Secara garis besar, dana Bopda untuk sekolah negeri dan hibah Bopda (untuk sekolah swasta) digunakan untuk delapan hal. Yakni, pengadaan alat tulis kantor, pembayaran rekening listrik dan air, peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, pengembangan kurikulum, kegiatan kesiswaan akademis dan nonakademis, serta pengadaan sarana dan prasarana pembelajaran. Lalu, pemeliharaan gedung dan fasilitas sekolah. Biaya ekstrakurikuler telah diakomodasi Bopda, yaitu masuk pada poin pembiayaan kegiatan kesiswaan, baik akademis maupun nonakademis. Poin itu juga mencakup les di sekolah. Untuk sekolah swasta, ditambah pengembangan lembaga.
RUJUKAN:
Dari berbagai sumber
No comments:
Post a Comment