Ada apa dengan judul di atas? Tidak ada yang istimewa, tapi tentunya sangat menggelitik. Artikel ini ditulis karena masih ada kaitannya dengan artikel sebelumnya yaitu "Sebenarnya Kita Kaya; Sebuah Refleksi Maraknya Kontestan Pemilu 2009" Ternyata, kalau kita mau menelusuri lebih jauh tentang pemilu 2009, kita tentu akan mendapatkan persoalan-persoalan baru sebagai imbas dari pemilu 2009 ini. Artikel kali ini berbicara tentang stres yang mungkin terjadi pada caleg Pemilu 2009, baik caleg (calon legislatif) yang sudah jadi ataupun caleg yang tidak jadi terpilih.
Ini adalah sebetulnya bukan kabar terbaru lagi. Rumah sakit di Bogor telah menyiapkan beberapa kamar VIP untuk calon legislatif yang gagal mendapatkan kursi legislatif. Kamar-kamar tersebut sudah disesuaikan dengan fasilitas-fasilitas yang memuaskan. Sebuah antisipasi dan analisis pangsa pasar yang baik. Mungkin, langkah salah satu rumah sakit di Bogor tersebut perlu diikuti oleh rumah sakit-rumah sakit seluruh Indonesia.
Mengapa harus demikian? Mari kita mengingat kembali peristiwa yang kurang mendidik. Setelah dinyatakan kalah dalam pemilihan bupati Ponorogo, salah seorang calon bupati mengalami goncangan jiwa (karena hutang yang belum terlunasi) alias stress. Gangguan kejiwaannya sudah melampaui batas normal, bisa dikatakan hampir gila. Mungkin, kita tidak akan mendapatkan berita-berita tersebut andaikata kita mampu menyikapi segala kegagalan dengan batas kewajaran. Selain itu, kita sudah harus siap untuk mendapatkan kegagalan.
Nah, gejala stess di masyarakat mungkin akan menjadi berita heboh untuk beberapa hari ke depan. Seperti diketahui, 9 April kita akan melangsungkan pemilihan caleg baik tingkat pusat maupun tingkat daerah. Banyak nama yang terpampang dan berpromosi diri. Tapi, pernahkah terpikirkan oleh kita; berita apakah yang akan terjadi setelah itu? Ya, kemungkinan-kemungkinan akan banyak terjadi. Mulai dari timbulnya para demokrat baru, orang kaya baru, orang dermawan baru, hingga orang-orang stress baru.
Gejala stress bukan hanya dialami oleh caleg yang gagal tapi mungkin juga bisa terjadi pada orang yang sudah duduk di kursi parlemen. Kenapa bisa demikian?
Caleg jadi dan sudah duduk di kursi parlemen tetapi belum siap untuk melaksanakan tugas-tugas yang dirasakan baru/asing bagi dia justru akan menjadikan beban bagi dia. Orang-orang parlemen dadakan model demikian akan sulit melangkah, dan akan merasa asing dalam lingkungannya, yang pada akhirnya membuat dia stress.
Nah, sekarang bagi caleg yang gagal. Setelah dinyatakan gagal bersaing, caleg tersebut akan kembali ke habitatnya semula. Yang biasa berjualan di pasar, dia akan kembali ke pasar. Yang biasa bertani, dia akan kembali ke sawah; dan sebagainya. Tidak akan menjadi sebuah persoalan apabila dia awalnya maju mencalonkan diri dengan bekal yang memang dimilikinya. Tetapi, menjadi masalah apabila modal yang digunakan tersebut berasal dari hutang sana-sini. Repot khan?? Tiap hari ditagih orang dari mana saja. Tidur tidak nyenyak, makan tidak enak.
Tentu kita tidak mau apabila mendapati hal demikian. Yang perlu direnungkan kembali adalah seberapa pantaskah kita menasbihkan diri untuk menjadi wakil dari lingkungan kita sendiri? Seberapa siapkah kita untuk menghadapi pekerjaan-pekerjaan baru di parlemen? Sudah cukupkah penghasilan kita untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari sehingga kita maju untuk mencukupi kebutuhan orang-orang lain? Karena, sebagai wakil legislatif tujuan yang pasti adalah mewakili aspirasi orang lain BUKAN mencari penghasilan lain dari orang lain. Mari kita menjadi saksi bersejarah, apakah hal demikian akan terjadi? BUKA MATA BUKA TELINGA, INI HANYA TERJADI DI INDONESIA.
No comments:
Post a Comment